Permasalahan mengenai tanah pada dewasa
ini semakin komplek, hal ini disebabkan keadaan tanah yang terbatas
sedangkan jumlah penduduk semakin bertambah, harga tanah yang meningkat
dengan cepat dan Kondisi masyarakat yang semakin sadar dan peduli akan
kepentingan/haknya, berkaitan dengan hak tersebut tentunya tidak
terlepas dengan semakin banyaknya kasus-kasus pertanahan. Pada
hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest)
di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret
antara perorangan dengan perorangan; perorangan dengan badan hukum;
badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya. Sehubungan dengan
hal tersebut di atas, guna kepastian hukum yang diamanatkan UUPA, maka
terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan
respons/reaksi/penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan
pemerintah), berupa
solusi melalui Badan Pertanahan Nasional dan solusi
melalui Badan Peradilan. Solusi penyelesaian sengketa tanah dapat
ditempuh melalui beberapa cara yaitu melalui Badan Pertanahan Nasional
(BPN), Mediasi dan Badan Peradilan.
Solusi melalui BPN
Setiap kasus pertanahan yang disampaikan
kepada Badan Pertanahan Nasonal maka dilakukan pengelolaan pengkajian
dan penanganan kasus pertanahan karena hal tersebut merupakan salah satu
fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam rangka
menanggulangi sengketa, konflik dan perkara pertanahan guna mewujudkan
kebijakan pertanahan bagi keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan merupakan sarana
untuk menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara pertanahan dan
memperkecil potensi timbulnya masalah pertanahan;
Kasus Pertanahan adalah sengketa,
konflik, atau perkara pertanahan yang disampaikan kepada Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk mendapatkan penanganan
penyelesaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau
kebijakan pertanahan nasional. Sengketa Pertanahan adalah perselisihan
pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang
tidak berdampak luas secara sosio-politis. Konflik Pertanahan adalah
perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan,
organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau
sudah berdampak luas secara sosio-politis. Perkara Pertanahan adalah
perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga
peradilan atau putusan lembaga peradilan yang masih dimintakan
penanganan perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia.
Untuk menyelesaikan kasus-kasus
pertanahan maka BPN akan melakukan Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan
Kasus Pertanahan meliputi:
a. Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan;
b. Pengkajian Kasus Pertanahan;
c. Penanganan Kasus Pertanahan;
d. Penyelesaian Kasus Pertanahan; dan
e. Bantuan Hukum dan Perlindungan Hukum.
Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan
Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus
Pertanahan di BPN RI dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh Deputi.,
untuk Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dilaksanakan oleh Kabid
dan dikoordinasikan oleh Kakanwil dan untuk Kantor Pertanahan
dilaksanakan oleh Kasi dan dikoordinasikan oleh Kepala Kantor
Pertanahan.
Pengaduan kasus pertanahan disampaikan
kepada Kepala BPN RI, Kakanwil dan/atau Kepala Kantor Pertanahan baik
secara lisan maupun tertulis atau melalui www.bpn.go.id. Pengaduan yang
diajukan secara lisan atau melalui www.bpn.go.id harus ditindaklanjuti
dengan pembuatan permohonan secara tertulis.
Surat pengaduan kasus pertanahan paling sedikit memuat identitas pengadu, obyek yang diperselisihkan, posisi kasus (legal standing) dan
maksud pengaduan dengan dilampiri fotocopy identitas pengadu dan data
pendukung yang terkait dengan pengaduan. Surat pengaduan yang diterima
melalui loket pengaduan dicatat dalam Register Penerimaan Pengaduan dan
kepada Pengadu diberikan Surat Tanda Penerimaan Pengaduan kemudian
diteruskan ke satuan organisasi yang tugas dan fungsinya menangani
sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
Pihak pemohon/pengadu dan termohon dapat
menanyakan informasi tentang perkembangan penanganan kasus pertanahan
kepada Kantor BPN RI yang menangani kasusnya. Informasi mengenai
perkembangan penanganan kasus pertanahan yang diberikan tertulis
disampaikan dalam bentuk Surat Informasi Perkembangan Penanganan Kasus
Pertanahan yang berisi tentang penjelasan pokok masalah, posisi kasus
dan tindakan yang telah dilaksanakan. Surat Informasi Perkembangan
Penanganan Kasus Pertanahan disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sejak diterimanya permintaan. Informasi kasus pertanahan yang
diminta oleh instansi pemerintah atau lembaga terkait yang berwenang
meminta informasi kasus pertanahan, diberikan BPN RI, Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan paling lambat 14
(empat belas) hari sejak diterimanya permintaan.
Pemberian informasi kasus pertanahan
dilakukan berupa jawaban mengenai pokok perkara dan permasalahan, atau
penjelasan lengkap yang sesuai data yang ada di BPN RI, Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan dan hasil
penanganannya. Dalam hal sangat diperlukan, pejabat dari instansi yang
meminta penjelasan mengenai kasus pertanahan dapat diundang untuk
menghadiri Gelar Kasus agar dapat memperoleh keterangan yang lebih
jelas.
PENGKAJIAN KASUS PERTANAHAN
Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor
Wilayah dan/atau Deputi baik bersama-sama atau sendiri-sendiri
melaksanakan pengkajian secara sistematik terhadap akar dan sejarah
kasus pertanahan. Hasil kajian dituangkan dalam Peta Kasus Pertanahan
yang menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan umum dan/atau kebijakan
teknis penanganan kasus pertanahan dengan acuan bersifat rawan,
strategis, atau yang mempunyai dampak luas.
Pengadministrasian data dilaksanakan
melalui pencatatan, pengolahan dan penyajian data yang diselenggarakan
dengan Sistem Informasi di Bidang Pengkajian dan Penanganan Kasus
Pertanahan yang dibangun secara terintegrasi antara BPN RI, Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.
Pengkajian akar dan riwayat sengketa
dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya dan potensi
penyelesaian sengketa dengan cara meneliti dan menganalisis data
sengketa yang terjadi.
Hasil penelitian dan analisa data
menghasilkan pokok permasalahan sengketa dan potensi penyelesaian
sengketa. Pokok permasalahan pertanahan dilakukan telaahan hukum
berdasarkan data yuridis, data fisik dan/atau data pendukung lainnya
dimana hasil telaahan dilakukan kajian penerapan hukum yang selanjutnya
menghasilkan rekomendasi penanganan sengketa pertanahan.
PENANGANAN KASUS PERTANAHAN
Penanganan kasus pertanahan dimaksudkan
untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah untuk memastikan tidak terdapat tumpang tindih
pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang tindih penguasaan dan
tumpang tindih pemilikan tanah. Penanganan kasus pertanahan untuk
memastikan pemanfaatan, penguasaan, penggunaan dan pemilikan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan serta bukti kepemilikan tanah
bersifat tunggal untuk setiap bidang tanah yang diperselisihkan.
PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN
Penyelesaian Kasus Pertanahan Untuk Melaksanakan Putusan Pengadilan
Pelaksanaan Putusan Pengadilan
BPN RI wajib melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terdapat
alasan yang sah untuk tidak melaksanakannya. Alasan yang sah dimaksud
antara lain:
a. terhadap obyek putusan terdapat putusan lain yang bertentangan;
b. terhadap obyek putusan sedang diletakkan sita jaminan;
c. terhadap obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan dalam perkara lain;
d. alasan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Tindakan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat berupa:
a. pelaksanaan dari seluruh amar putusan;
b. pelaksanaan sebagian amar putusan; dan/atau
c. hanya melaksanakan perintah yang secara tegas tertulis pada amar putusan.
Amar putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, yang berkaitan dengan penerbitan,
peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah, antara lain:
a. perintah untuk membatalkan hak atas tanah;
b. menyatakan batal/tidak sah/tidak mempunyai kekuatan hukum hak atas tanah;
c. menyatakan tanda bukti hak tidak sah/tidak berkekuatan hukum;
d. perintah dilakukannya pencatatan atau pencoretan dalam buku tanah;
e. perintah penerbitan hak atas tanah; dan
f. amar yang bermakna menimbulkan akibat hukum terbitnya, beralihnya atau batalnya hak.
Perbuatan hukum pertanahan berupa
penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah untuk
melaksanakan putusan pengadilan dilaksanakan dengan keputusan pejabat
yang berwenang. Proses pengolahan data dalam rangka penerbitan surat
keputusan dilaksanakan setelah diterimanya putusan pengadilan oleh BPN
RI, berupa:
a. salinan resmi putusan pengadilan yang dilegalisir pejabat berwenang;
b. surat keterangan dari pejabat
berwenang di lingkungan pengadilan yang menerangkan bahwa putusan
dimaksud telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde); dan
c. Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi untuk putusan perkara yang memerlukan pelaksanaan eksekusi.
Perbuatan Hukum Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap yang menyangkut penerbitan, peralihan dan/atau
pembatalan hak atas tanah, wajib dilaksanakan oleh pejabat/pegawai BPN
RI paling lambat 2 (dua) bulan setelah diterimanya Salinan Putusan
Pengadilan oleh pejabat yang berwenang melakukan pembatalan.
Dalam hal terdapat putusan pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap dan pelaksanaannya diperkirakan akan
menimbulkan kasus pertanahan yang lebih luas atau menyangkut kepentingan
Pemerintah, sebelum dilakukan tindakan pelaksanaan putusan pengadilan,
dilakukan Gelar Eksternal atau Istimewa yang menghadirkan pihak-pihak
dan/atau instansi terkait.
Kepala BPN RI menerbitkan keputusan,
peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah untuk melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Penerbitan
keputusan dapat didelegasikan kepada Deputi atau Kakanwil.
Proses penerbitan, peralihan dan/atau
pembatalan hak atas tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap, dilakukan berdasarkan adanya pengaduan/
permohonan pihak yang berkepentingan.
Surat permohonan untuk penerbitan,
peralihan dan/ atau pembatalan hak atas tanah guna melaksanakan putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, diajukan kepada Kakan
atau Kakanwil atau kepada Kepala BPN RI dengan dilengkapi :
a. putusan pengadilan yang memutus perkara kasus tanah;
b. Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi untuk putusan perkara yang memerlukan pelaksanaan eksekusi;
c. surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan.
Proses penanganan permohonan penerbitan,
peralihan dan/atau pembatalan sertipikat hak atas tanah untuk
melaksanakan putusan pengadilan dilaksanakan sesuai tahapan penanganan
kasus pertanahan, yaitu:
a. penelitian berkas permohonan/usulan pembatalan;
b. penelitian dan pengolahan data putusan pengadilan;
c. pemeriksaan lapangan dalam hal diperlukan;
d. Gelar Internal/Eksternal dan Gelar Mediasi;
e. Gelar Istimewa dalam hal sangat diperlukan;
f. penyusunan Risalah Pengolahan Data; dan
g. pembuatan keputusan penyelesaian kasus.
Penyelesaian Kasus Pertanahan di Luar Pengadilan
Perbuatan Hukum Pertanahan Terhadap Keputusan/Surat Cacat Hukum Administrasi
Penyelesaian kasus pertanahan di luar pengadilan dapat berupa perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi:
a. pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi;
b. pencatatan dalam Sertipikat dan/atau Buku Tanah serta Daftar Umum lainnya; dan
c. penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.
Sertipikat hak atas tanah yang
mengandung cacat hukum administrasi dilakukan pembatalan atau perintah
pencatatan perubahan pemeliharaan data pendaftaran tanah menurut
peraturan perundang-undangan.
Cacat hukum administrasi dimaksud antara lain:
a. kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah;
b. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran peralihan hak dan/atau sertipikat pengganti;
c. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat;
d. kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau perhitungan luas;
e. tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah;
f. kesalahan subyek dan/atau obyek hak; dan
g. kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan.
Perbuatan hukum administrasi pertanahan terhadap sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi dilaksanakan dengan:
a. menerbitkan Surat Keputusan pembatalan; dan/atau
b. pencatatan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Proses Perbuatan Hukum Administrasi
Pertanahan terhadap Keputusan/Surat Cacat Hukum Administrasi,
permohonan/usulan perbuatan hukum administrasi pertanahan terhadap
sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi dapat diajukan
oleh pihak yang berkepentingan/pemohon atau kuasanya. Permohonan/usulan
diajukan kepada Kantor Pertanahan atau Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional, atau BPN RI.
Surat permohonan/usulan dilampiri data pendukung antara lain:
a. sertipikat hak atas tanah yang kedapatan cacat hukum administrasi;
b. hasil pengolahan data yang membuktikan adanya cacat hukum administrasi;
c. salinan amar putusan pengadilan atau
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang substansinya
menyatakan tidak sah dan/ atau palsu dokumen yang digunakan dalam proses
penerbitan sertipikat hak atas tanah;
d. surat-surat lain yang mendukung alasan permohonan pembatalan.
Perbuatan hukum administrasi pertanahan
terhadap sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi
dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang paling lambat 6 (enam) bulan
setelah diketahui adanya cacat hukum administrasi, kecuali terdapat
alasan yang sah untuk menunda pelaksanaannya.
Alasan yang sah untuk menunda atau menolak pelaksanaan perbuatan hukum administrasi pertanahan antara lain:
a. surat yang akan dibatalkan sedang dalam status diblokir, disita oleh pejabat yang berwenang (conservatoir beslag-CB);
b. tanah yang dimohon perbuatan hukum administrasi merupakan tanah yang merupakan obyek perkara di pengadilan;
c. pelaksanaan pembatalan diperkirakan dapat menimbulkan gejolak sosial/konflik massal.
Dalam hal di atas satu bidang tanah
terdapat beberapa sertipikat hak atas tanah yang tumpang tindih, BPN RI
melakukan perbuatan hukum pertanahan berupa pembatalan dan/atau
penerbitan sertipikat hak atas tanah, sehingga di atas bidang tanah
tersebut hanya ada satu sertipikat hak atas tanah yang sah. Cacat hukum
administrasi yang dapat mengakibatkan tidak sahnya suatu sertipikat hak
atas tanah harus dikuatkan dengan bukti berupa:
a. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; dan/atau
b. hasil penelitian yang membuktikan adanya cacat hukum administrasi; dan/atau
c. keterangan dari penyidik tentang
adanya tindak pidana pemalsuan surat atau keterangan yang digunakan
dalam proses penerbitan, pengalihan atau pembatalan sertipikat hak atas
tanah; dan/atau
d. surat-surat lain yang menunjukkan adanya cacat administrasi.
BANTUAN HUKUM DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Bantuan Hukum dilaksanakan untuk
kepentingan BPN RI atau aparatur BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional dan/atau Kantor Pertanahan baik yang masih aktif maupun yang
sudah purna tugas yang menghadapi masalah hukum. Kegiatan bantuan hukum
meliputi:
a. pendampingan hukum dalam proses
peradilan pidana, perdata, atau tata usaha negara bagi keluarga besar
BPN yang meliputi pegawai BPN, pensiunan BPN dan keluarga pegawai BPN,
yang sedang menghadapi masalah hukum;
b. pengkajian masalah hukum yang berkaitan dengan kepentingan BPN;
c. pengkajian masalah hukum akibat tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau pegawai BPN.
Kegiatan pendampingan hukum bagi keluarga besar BPN meliputi:
a. bantuan hukum dalam proses peradilan pidana, antara lain:
1) bantuan pembuatan legal opinion;
2) pendampingan dalam pemeriksaan di tingkat penyelidikan;
3) pendampingan dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan;
4) pendampingan selama proses persidangan.
b. bantuan hukum dalam proses peradilan perdata/tata usaha negara, antara lain:
1) bantuan penyiapan surat Kuasa Hukum;
2) bantuan dalam penyiapan gugatan;
3) bantuan pembuatan legal opinion;
4) pendampingan selama proses persidangan.
Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Tim
Bantuan Hukum yang terdiri dari pegawai/pejabat BPN dari unsur Deputi,
Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat BPN RI, Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional dan/ atau Kantor Pertanahan.
Kasus pertanahan itu timbul karena
adanya klaim/pengaduan/keberatan dari masyarakat (perorangan/badan
hukum) yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan Tata
Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh Pejabat
Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, serta
keputusan Pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu
bidang tanah tersebut.
Dengan adanya klaim tersebut, mereka
ingin mendapat penyelesaian secara administrasi dengan apa yang disebut
koreksi serta merta dari Pejabat yang berwenang untuk itu. Kewenangan
untuk melakukan koreksi terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di
bidang pertanahan (sertifikat/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah),
ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Kasus pertanahan meliputi beberapa macam
antara lain mengenai masalah status tanah, masalah kepemilikan, masalah
bukti-bukti perolehan yang menjadi dasar pemberian hak dan sebagainya.
Setelah menerima berkas pengaduan dari masyarakat tersebut di atas,
pejabat yang berwenang menyelesaikan masalah ini akan mengadakan
penelitian dan pengumpulan data terhadap berkas yang diadukan tersebut.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sementara apakah pengaduan
tersebut dapat diproses lebih lanjut atau tidak dapat. Apabila data yang
disampaikan secara langsung ke Badan Pertanahan Nasional itu masih
kurang jelas atau kurang lengkap, maka Badan Pertanahan Nasional akan
meminta penjelasan disertai dengan data serta saran ke Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat letak tanah yang disengketakan.
Bilamana kelengkapan data tersebut telah
dipenuhi, maka selanjutnya diadakan pengkajian kembali terhadap masalah
yang diajukan tersebut yang meliputi segi prosedur, kewenangan dan
penerapan hukumnya. Agar kepentingan masyarakat (perorangan atau badan
hukum) yang berhak atas bidang tanah yang diklaim tersebut mendapat
perlindungan hukum, maka apabila dipandang perlu setelah Kepala Kantor
Pertanahan setempat mengadakan penelitian dan apabila dari keyakinannya
memang harus distatus quokan, dapat dilakukan pemblokiran atas tanah
sengketa. Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran Kepala Badan
Pertanahan Nasional tanggal 14-1-1992 No 110-150 perihal Pencabutan
Instruksi Menteri Dalam Negeri No 16 tahun 1984.
Dengan dicabutnya Instruksi Menteri Dalam
Negeri No 16 Tahun 1984, maka diminta perhatian dari Pejabat Badan
Pertanahan Nasional di daerah yaitu para Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota, agar selanjutnya di dalam melakukan penetapan status quo
atau pemblokiran hanya dilakukan apabila ada penetapan Sita Jaminan
(CB) dari Pengadilan. (Bandingkan dengan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1997 Pasal 126).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
apabila Kepala Kantor Pertanahan setempat hendak melakukan tindakan
status quo terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang
Pertanahan (sertifikat/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah),
harusnya bertindak hati-hati dan memperhatikan asas-asas umum
Pemerintahan yang baik, antara lain asas kecermatan dan ketelitian, asas
keterbukaan (fair play), asas persamaan di dalam melayani kepentingan
masyarakat dan memperhatikan pihak-pihak yang bersengketa.
Terhadap kasus pertanahan yang
disampaikan ke Badan Pertanahan Nasional untuk dimintakan
penyelesaiannya, apabila dapat dipertemukan pihak-pihak yang
bersengketa, maka sangat baik jika diselesaikan melalui cara musyawarah.
Penyelesaian ini seringkali Badan Pertanahan Nasional diminta sebagai
mediator di dalam menyelesaikan sengketa hak atas tanah secara damai
saling menghormati pihak-pihak yang bersengketa.
Berkenaan dengan itu, bilamana
penyelesaian secara musyawarah mencapai kata mufakat, maka harus pula
disertai dengan bukti tertulis, yaitu dari surat pemberitahuan untuk
para pihak, berita acara rapat dan selanjutnya sebagai bukti adanya
perdamaian dituangkan dalam akta yang bila perlu dibuat di hadapan
notaris sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
Pembatalan keputusan tata usaha negara
di bidang pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional berdasarkan
adanya cacat hukum/administrasi di dalam penerbitannya.
Dalam praktik selama ini terdapat
perorangan/ badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan mengajukan
keberatan tersebut langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Sebagian besar diajukan langsung oleh yang bersangkutan kepada Kepala
Badan Pertanahan Nasional dan sebagian diajukan melalui Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan diteruskan melalui Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan.
Solusi melalui Mediasi
Selain penyelesaian sengketa, konflik
dan perkara melalui pengadilan/litigasi, di dalam sistem hukum nasional
dikenal penyelesaian sengketa melalui lembaga di luar peradilan
sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternaif Penyelesaian Sengketa.
Salah satu alternatif penyelesaian sengketa (tanah) adalah melalui upaya mediasi. Mediasi sebagai penyelesaian sengketa alternatif menawarkan cara penyelesaian sengketa yang khas. Karena prosesnya relatif sederhana, maka waktunya singkat dan biaya dapat ditekan.
Mediasi pada intinya adalah “a process of negotiations facilitated by a third person who assist disputens to pursue a mutually agreeable settlement of their conlict.” Sebagai suatu cara penyelesaian sengketa alternatif, mediasi mempunyai ciri-ciri yakni waktunya singkat, terstruktur, berorientasi kepada tugas, dan merupakan cara intervensi yang melibatkan peras serta para pihak secara aktif. Keberhasilan mediasi ditentukan itikad baik kedua belah pihak untuk bersama-sama menemukan jalan keluar yang disepakati.
Aria S. Hutagalung (2005) menegaskan mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan demikian, solusi yang dihasilkan mengarah kepada win-win solution. Upaya untuk mencapai win-win solution ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya proses pendekatan yang obyektif terhadap sumber sengketa lebih dapat diterima oleh pihak-pihak dan memberikan hasil yang saling menguntungkan dengan catatan bahwa pendekatan itu harus menitikberatkan pada kepentingan yang menjadi sumber konflik.
Selain itu, faktor kemampuan yang seimbang dalam proses negosiasi atau musyawarah. Perbedaan kemampuan tawar menawar akan menyebabkan adanya penekanan oleh pihak yang satu terhadap yang lainnya.
Pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi mempunyai kelebihan dari segi biaya, waktu, dan pikiran bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan, di samping itu kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya membuat lembaga pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa.
Maria SW.Sumardjono (2005) menyatakan segi positif mediasi sekaligus dapat menjadi segi negatif, dalam arti keberhasilan mediasi semata-mata tergantung pada itikad baik para pihak untuk menaati kesepakatan bersama tersebut karena hasil akhir mediasi tidak dapat dimintakan penguatan kepada pengadilan. Supaya kesepakatan dapat dilaksanakan (final and binding) seyogyanya para pihak mencantumkan kesepakatan tersebut dalam bentuk perjanjian tertulis yang tunduk pada prinsip-prinsip umum perjanjian.
Mengingat bahwa bangsa Indonesia terkenal dengan penyelesaian masalah melalui musyawarah untuk mencapai mufakat, kiranya pemanfaatan lembaga mediasi dapat merupakan alternatif yang berdampak positif untuk penyelesaian sengketa pertanahan.
Solusi melalui Badan Peradilan
Apabila penyelesaian melalui musyawarah
di antara para pihak yang bersengketa tidak tercapai, demikian pula
apabila penyelesaian secara sepihak dari Kepala Badan Pertanahan
Nasional tidak dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa, maka
penyelesaiannya harus melalui pengadilan.
Setelah melalui penelitian ternyata
Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Pejabat Badan
Pertanahan Nasional sudah benar menurut hukum dan sesuai dengan prosedur
yang berlaku, maka Kepala Badan Pertanahan Nasional dapat juga
mengeluarkan suatu keputusan yang berisi menolak tuntutan pihak ketiga
yang berkeberatan atas Keputusan Tata Usaha Negara yang telah
dikeluarkan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional tersebut. Sebagai
konsekuensi dari penolakan tersebut berarti Keputusan Tata Usaha Negara
yang telah dikeluarkan tersebut tetap benar dan sah walaupun ada pihak
lain yang mengajukan ke pengadilan setempat.
Sementara menunggu putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap, dilarang bagi Pejabat Tata Usaha Negara
yang terkait mengadakan mutasi atas tanah yang bersangkutan (status
quo). Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya masalah di kemudian
hari yang menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berperkara maupun
pihak ketiga, maka kepada Pejabat Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan
yang terkait harus menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik,
yaitu untuk melindungi semua pihak yang berkepentingan sambil menunggu
adanya putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van
gewijsde).
Kemudian apabila sudah ada putusan hakim
yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, maka Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi yang bersangkutan mengusulkan permohonan pembatalan
suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan yang telah
diputuskan tersebut di atas. Permohonan tersebut harus dilengkapi dengan
laporan mengenai semua data yang menyangkut subjek dan beban yang ada
di atas tanah tersebut serta segala permasalahan yang ada.
Kewenangan administratif permohonan
pembatalan suatu Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah atau
Sertifikat Hak Atas Tanah adalah menjadi kewenangan Kepala Badan
Pertanahan Nasional termasuk langkah-langkah kebijaksanaan yang akan
diambil berkenaan dengan adanya suatu putusan hakim yang tidak dapat
dilaksanakan. Semua ini agar diserahkan kepada Kepala Badan Pertanahan
Nasional untuk menimbang dan mengambil keputusan lebih lanjut.
Source : http://fauzie6961.blog.esaunggul.ac.id
Source : http://fauzie6961.blog.esaunggul.ac.id
Permisi. Mas mau tanya, apakah saat akan gelar kasus pertanahan (jg acara gelar mediasi) kedua pihak bertikai akan diundang?
BalasHapusUntuk gelar kasus, biasanya dalam penangan suatu sengketa pertanahan terlebih dahulu dilakukan gelar internal(intern bpn) untuk dicari akar permasalahan, selanjutnya jika dirasa perlu akan dilakukan gelar eksternal dengan mengundang pihak yg berkompeten (pihak luar bpn, seperti pemerintah daerah atau pihak swasta) untuk membahas sengketa tanah tersebut.
BalasHapusAtau bisa juga langsung dilakukan pemanggilan terhadap pihak yang bersengketa untuk dimediasi, tentunya dengan tujuan winwin solution. Dan apabila setelah dilakukan gelar internal, eksternal dan mediasi tetap tidak ada keputusan, biasanya kepada pihak yang bersengketa akan disarankan untuk menempuh jalur hukum guna mendapatkan kepastian hukum.